Oleh: Budiyono,A.Pi,M.Si.
Staf Pengajar : Fak. Perikanan Universitas Muara Bungo
(Silahkan dikutip,asal menyebutkan sumbernya)
RINGKASAN
Perairan Sungai Batang Bungo merupakan salah satu
sungai utama di Kabupaten Bungo dan merupakan
bentuk perairan yang terbuka dan
panjang. Hasil observasi di lapangan bahwa saat ini telah mengalami beberapa
tekanan akibat dari berbagai kegiatan seperti berkembang penggalian pasir baik
menggunakan peralatan mesin ( mesin
diesel dan pompa keong ) dan Penambangan Emas Tanpa Izin ( PETI ).Diduga sangat
berpengaruh terhadap keanekaragaman jenis ikan di dalam perairan tersebut. Hasil
studi di Propinsi Jambi menunjukkan jenis ikan tawar yang ada berjumlah 131
species yang tercakup ke dalam 14 ordo dan 25 famili.
Tujuan penelitian ini antara lain : 1). Identifikasi jenis ikan yang tertangkap di wilayah Sungai
Batang Bungo pada lokasi yang terkena dampak dan tidak terkena dampak dari
penambangan emas dan pasir.3).Analisis Indeks Keanekaragaman jenis ikan,
Keseragaman, Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran.
Metode penentuan stasiun dilakukan dengan cara purposive
sampling yaitu penentuan stasiun pengamatan dilakukan berdasarkan
tujuan. Untuk pengambilan
sampel air,sedimen dan ikan telah ditetapkan terhadap empat Stasiun. Untuk
mengetahui nilai parameter fisika dan kimia perairan, maka sampel air diperiksa
di Laboratorium.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa:1). Keanekaragaman jenis ikan hasil
penelitian di empat stasiun Sungai Batang Bungo
ditemukan sebanyak 25 jenis ikan dari 16
genus dan 9 famili, 2) Nilai indeks keanekaragaman jenis ikan pada
masing-masing stasiun yakni: Stasiun I Desa Tebat berkisar 2,03 -2,08
, Stasiun II Desa Tanjung Agung
1,45, Stasiun III Kelurahan Sungai Pinang 0,89 – 0,91 dan Stasiun IV
Kelurahan Tanjung Gedang 1,36 -1,61 3) Nilai Keseragaman ( E )
sebesar 0.433 pada Stasiun I Tebat memiliki keseragaman populasi yang tinggi
dibanding stasiun lainya dan Nilai Indeks Keragaman Simpson ( D ) dari
keempat stasiun. 0.0007-
0.0293 sedangkan Nilai Indeks Kesamaan ( IS ) antar Stasiun tidak ditemukan
spesies yang Sangat Mirip..
Rata-rata antar stasiun Mirip dan Tidak Mirip, 5) Jenis ikan
yang memiliki Kepadatan Populasi tertinggi dengan nilai 0.007600 individu / m2 yakni ikan Malis (Dangila ocellata, Weber
& Beaufort,1916) dan Kepadatan Relatif tertinggi pada Ikan Malis (Dangila
ocellata, Weber & Beaufort,1916) sebesar
21,42857 % sedangkan
Frekuensi Kehadiran tertinggi yakni ikan
Baung (Mystus, sp), Palau (Osteochillus hasselti ,C.V) Lampam (Puntius
schwanefeldi, Blkr), Malis
(Dangila ocellata, Weber & Beaufort,1916 ) dan Masai (Rasbora
argyrotaenia ,Bleeker,19850) masing-masing
100 %, 6).Nilai korelasi (r) pH 0,880 memiliki tingkat hubungan (positif) Sangat Kuat terhadap nilai Indeks Keanekaragaman Ikan (Hi),
demikian pula nilai (r) TSS -0,803
memiliki tingkat hubungan (negatif) sangat kuat 7).
- PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Kabupaten Bungo merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi
mempunyai luas Perairan umum seluas 6.907 ha yang terdiri dari perairan sungai,
rawa, danau/oxbow, chek dam dan genangan air lannya. Beberapa sungai utama yang
ada di Kabupaten Bungo antara lain: Sungai Batang Jujuhan, Sungai Batang Tebo,
Sungai Batang Bungo, Sungai Batang Senamat, dan Sungai Batang Pelepat (Dinas
Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bungo, 2009).
Perairan Sungai Batang Bungo merupakan salah satu sungai utama di
Kabupaten Bungo dan merupakan bentuk
perairan yang terbuka dan panjang
mencapai kurang lebih 50 km. Hasil observasi di lapangan bahwa bagi masyarakat
petani nelayan sungai ini dimanfaatkan untuk usaha penangkapan ikan dan budidaya perikanan. Disamping itu bagi
masyarakat umum disepanjang pinggiran Sungai Batang Bungo dimanfaatkan untuk
mencuci, mandi dan jamban ( MCK ) serta kebutuhan rumah tangga lainnya.
Sedangkan untuk masyarakat yang jaraknya
jauh dari perairan Sungai Batang Bungo juga digunakan untuk penyedia air minum
yang dikelola oleh PDAM dan dialirkan
kerumah-rumah penduduk dan jasa transportasi.
Beberapa studi yang agak komprehensif tentang potensi perairan umum di
pulau terbesar Indonesia
ini kebanyakan berupa inventarisasi keanekaragaman species khususnya species
ikan air tawar (Robert, 1989; dan Kottelat dkk, 1996 dalam Ardianor dan Gumiri, 2006 ).
Selanjutnya Sudrajat, et al, 2009 mengemukakan bahwa hasil studi di Propinsi
Jambi menunjukkan jenis ikan tawar yang ada berjumlah 131 species yang tercakup
ke dalam 14 ordo dan 25 famili.
Sedangkan informasi tentang
ekologi perairan umum di Jambi masih
sangat terbatas. Namun demikian, khusus untuk Provinsi Jambi, penelitian
tentang ekologi perairan umum sudah dimulai sejak tahun 1997 sd 2003 melalui
proyek Dinas Perikanan Provinsi Jambi yang melibatkan antara lain LIPI. Secara
umum Penelitian yang terpublikasi masih dianggap sangat kurang mengingat
data-data dasar yang bersifat time series atau tahunan masih belum dilakukan
secara intensif.
1.2. Rumusan Masalah
Dengan melihat uraian tersebut di atas maka dapat dirumuskan bahwa terdapat beberapa
permasalahan utama dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungan di
Sungai Batang Bungo antara lain sebagai berikut : 1) Belum diketahuinya jenis-jenis
ikan yang hidup dan bertahan di sungai Batang Bungo 2) Belum diketahuinya nilai Indeks
Keanekaragaman, Keseragaman, Kesamaan, Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif
dan Frekuensi Kehadiran
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini antara lain sebagai
berikut:
1) Identifikasi jenis ikan yang tertangkap di wilayah Sungai
Batang Bungo pada lokasi yang terkena dampak dan tidak terkena dampak dari
penambangan emas dan pasir.
2) Analisis Indeks Keanekaragaman jenis ikan,
Keseragaman, Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif dan Frekuensi Kehadiran.
3) Analisis tingkat hubungan parameter
kualitas air terhadap keanekaragaman
jenis ikan dari pengaruh penambangan emas dan pasir di wilayah Sungai Batang
Bungo.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan
manfaat sebagai berikut :
1) Beberapa faktor yang mempengaruhi
keanekaragaman jenis ikan di daerah penelitian sebagai dasar pembuatan
kebijakan dalam pengelolaan Sub Sub DAS Batang Bungo serta pengelolaan
perikanan yang berkelanjutan.
2.TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekologi Sungai
Perairan
umum air tawar alami dikenal sebagai sungai , rawa dan danau. Perairan sungai
merupakan suatu perairan yang didalamnya dicirikan dengan adanya aliran air
yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir ( perairan
lotik ). Perairan sungai biasanya keruh, sehingga penetrasi ke dasar sungai
terhalang ( Boldman dan Horne, 1983 ). Pada
perairan sungai biasanya terjadi percampuran massa air secara menyeluruh dan
tidak terbentuk stratifikasi vertikal kolom air seperti pada perairan lentik.
Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, sungai sangat
dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola aliran air. Kecepatan arus , erosi dan sedimentasi
merupakan fenomena yang umum terjadi di sungai sehingga kehidupan flora dan
fauna pada sungai sangat dipengaruhi oleh ketiga variabel tersebut ( Effendi,
2003 )
Sungai
secara spesefik terbagi ke dalam dua ekosistem yaitu perairan yang berarus
cepat dan perairan yang berarus lambat. Sungai yang mengalir cepat
dikarateristikan oleh tipe berbatu dan berkerikil, sedangkan sungai yang
mengalir lambat dikarateristikan dengan tipe subtrat berpasir dan berlumpur. Sungai-sungai di Jambi dapat digolongkan
ke dalam tipe Sungai Permanen yaitu sungai yang airnya terisi dan mengalir
sepanjang tahun. Walaupun terjadi musim kemarau yang panjang sungai-sungai di
Jambi tidak pernah kekeringan sampai tidak ada airnya ( Saputra, 2004 ).
2.2.
Ekologi Ikan
Ikan merupakan hewan vertebrata dan dimasukkan ke dalam filum Chordata
yang hidup dan
berkembang di dalam air
dengan
menggunakan insang.
Ikan mengambil oksigen dari lingkungan air di sekitarnya. Ikan juga mempunyai anggota tubuh berupa sirip
untuk menjaga keseimbangan
dalam
air sehingga ia tidak
tergantung pada arus
atau gerakan air yang disebabkan
oleh angin ( Sumich, 1992 ).
Tubuh ikan terdiri atas caput, truncus dan caudal. Batas yang nyata antara
caput dan truncus disebut
tepi caudal operculum dan
sebagai batas antara truncus
dan ekor disebut anus. Kulit terdiri atas dermis dan epidermis. Dermis terdiri dari jaringan
pengikat yang dilapisi dari sebelah luar epitelium. Diantara sel-sel epitelium terdapat
kelenjar uniseluler yang mengeluarkan lendir yang menyebabkan kulit ikan menjadi licin ( Radiopoetra,
1978 dalam Siagian, C, 2009 ).
Ikan merupakan vetrtebarata
yang paling banyak jumlahnya, yang menghabiskan seluruh hidupnya pada perairan.
Sekarang ini ada sekitar 20.000 sampai 30.000 species yang telah diketahui,
hampir setengah dari jumlah vertebrata. Kebanayakan ikan adalah ikan bertulang
sejati terutama teleostei dan sisanya
50 ikan jawles dan 800 species ikan bertulang rawan ( Marshall
dan Bone, 1982 ).
Penyebaran ikan di perairan
laut sebanyak 51% dan perairan tawar 48% dan 1% bergerak dari lingkungan air
laut ke perairan air tawar dan sebanliknya. Banyaknya ikan di air tawar disebabkan
daerahnya tersisolasi sehingga mempunyai kesempatan yang besar untuk membentuk
species baru sedangkan pada perairan laut saling berhubungan satu sama lain
sehingga kondisinya hamper sama sehingga pembentukan species baru lebih kecil.
Kebanyakan species ikan ditemukan pada lingkungan yang lebih panas dimana
perubahan temperature tahunan kecil (Moyle dan Cech, 1989).
Ukuran ikan bervariasi mulai
dari yang kecil sebesar 15 mm seperti pada ikan Goby (Eviota sp) sampai dengan yang besar seperti ikan Hiu yang dapat
mencapai 21 meter dengan berat sekitar 25
ton atau lebih. Kebanyakan ikan berbentuk torpedo, pipih dan ada yang
berbentuk tidak teratur ( Marshall dan Bone, 1982 ).
Salah satu ciri ikan yang khas
yaitu letak vertikal sirip ekor yang sama pada setiap ikan umumnya, kecuali
pada ikan Paus. Cara
perkembangbiakan kebanyakan bertelur
(ovivar) tetapi beberapa diantaranya juga menghasilkan anak
yang menetas ketika Masih berada dalam tubuh induknya (ovovipar),
bahkan ada yang
melahirkan anak berupa
individu baru (vivipar). Tubuh
ikan asal munlanya tertutup oleh suatu lapisan lempeng-lempeng tulang yang pada
banyak species sedikit demi sedikit berkurang sehingga tubuh lebih lentur,
kemudian sama sekali tidak bersisik atau tertutup olehsuatu lapisan sisik yang
tipis dan kecil ( Ensiklopedia Indonesia )
2.3. Penggolongan Ikan
Lalli dan Parron, 1993 dalam
Siagian, C, 2009, membagi ikan menjadi tiga kelas berdasarkan taksonomi, yaitu
:
a. Kelas Agnatha yang meliputi ikan primitive
seperti Lamprey. Kelompok ikan ini berumur 550 juta tahun yang lalu dan
sekarang hanya tinggal 50 species. Ikan ini tidak memiliki sirip-sirip
perpasangan tetapi memiliki stau atau
dua sirip punggung dan satu sirip
ekor.
b. Kelas
Chondrichthyes memiliki ciri-ciri
adanya tulang rawan
dan tidak mempunyai sisik. Kelas
ini juga termasuk kelas yang primitif dengan umur 450 juta tahun
yang lalu dan
sekarang hanya mempunyai
300 spesies. Misalnya seperti ikan
Pari dan Hiu
dan biasanya makanannya
adalah plankton dan organisme bentik.
c. Kelas Osteichthyes meliputi ikan Teleostei yang merupakan ikan tulang sejati. Kelompok
ini
merupakan
ikan yang
terbesar
jumlahnya dari seluruh
ikan, di mana melebihi 20.000 spesies dan ditemukan pada 300 juta
tahun yang lalu.
2.4. Karateristik Ikan di Perairan Sungai
Wooton, 1991, mengatakan bahwa, adanya hubungan positif antara kekayaan
jenis dengan suatu area yang ditempati. Keanekaragaman Jenis Ikan Sungai
tergantung pada dua faktor. Pertama, peningkatan jumlah mikro habitat akan
dapat meningkatkan keragaman. Kedua, area yang lebih luas sering memiliki
variasi habitat yang lebih besar dibanding dengan area yang lebih sempit.
Selanjutnya Kottelat et al, 1996 dalam
Yustina, 2001 menambahkan, semakin panjang dan lebar ukuran sungai semakin
banyak pula jumlah jenis ikan yang menempatinya
Keanekaragaman dan kelimpahan
ikan juga ditentukan oleh karakteristik habitat perairan. Karakteristik habitat
di sungai sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran sungai. Kecepatan aliran
tersebut ditentukan oleh perbedaan kemiringan sungai, keberadaan hutan atau
tumbuhan di sepanjang daerah aliran sungai yang akan berasosiasi dengan
keberadaan hewan-hewan penghuninya (Ross 1997 dalam Yustina, 2001).
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Pengamatan
Penelitian ini dilakukan di
Sungai Batang Bungo, anak Sungai Batang Tebo dan anak Sungai Batang Hari. Untuk
mengetahui kualitas air di lokasi penelitian dilakukan pengambilan sampel air
(contoh) dan untuk mengetahui jenis ikan
yang diteliti dilakukan penangkapan ikan pada 4 stasiun yang telah ditentukan.
Sedangkan waktu pengambilan sampel air dilakukan pada waktu pagi hari pada
pukul 07.30 WIB sampai dengan selesai.
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Peralatan yang digunakan untuk
penelitian ini yaitu : alat tulis, timbangan elektrik dan alat pengukur
kualitas air : termometer, sechi disk, bola hanyut, tali, meteran, pH meter, DO
meter , dan tabung sampel air ( Tipe Ruttner ) volume 2 (dua) liter yang dapat
diatur pada kedalaman berapa sampel air ingin diambil serta botol sampel untuk
parameter TSS, TDS, BOD, COD, DO, total Phospat sebagai P, Nitrat sebagau N,
Besi terlarut, Nitrit sebagai N, Belerang sebagai H2S.
Sedangkan untuk menangkap
sampel ikan digunakan alat tangkap jaring, jala tebar, dan pancing, penggaris,
kamera, Global Positioning System (GPS) untuk menentukan posisi stasiun
pengamatan. Disamping itu untuk mengolah
data diperlukan seperangkat “ Personal Computer “ atau PC. Sedangkan bahan yang
diperlukan yaitu. bahan-bahan kimia untuk analisis kualitas air dan pengawetan
sampel seperti: MnSO4, KI + KOH, H2SO4, Na2S2O3, Alkohol dan Amilum.
3.3. Metoda Pengumpulan Data
Berdasarkan tujuan penelitian
yang akan dicapai dan metoda penelitian yang digunakan yaitu dengan cara observasi
langsung dilapangan untuk data primer dan pemeriksaan di laboratorium,
sedangkan data sekunder dilakukan dengan cara wawancara dan menggunakan data
dari instansi terkait.
Metode penentuan stasiun
pengambilan sampel air dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu
penentuan stasiun pengamatan dilakukan berdasarkan tujuan dengan memperhatikan
berbagai pertimbangan kondisi dan keadaan tempat penelitian atau karateristik
lokasi penelitian. Teknik pengambilan sampel air untuk pengukuran parameter
fisik, dan kimia pada masing-masing tempat penelitian /stasiun. Adapun
deskripsi masing-masing Stasiun adalah sebagai berikut :
1)Stasiun I
Stasiun I Desa Tebat berada di
bagian Hulu Sungai Batang Bungo kira –kira 1 km dari Air Sungai yang belum
banyak tercemar ( PETI dan Penambangan
pasir). Di lokasi ini kualitas air masih dalam kondisi normal belum terpengaruh
kegiatan tersebut di atas dan akan digunakan sebagai pembanding dengan Stasiun
yang lain.
2).Satsiun II
Stasiun II Desa Tanjung Agung berada di Sungai Batang
Bungo yang pertama dicemari. Di lokasi
ini kualitas air tidak dalam kondisi normal atau diduga telah mengalami
penurunan mutu air.
3).Stasiun III
Stasiun III Kelurahan Sungai
Pinang berada di tengah daerah penelitian dimana terdapat air masuk dari anak
sungai Batang Kenalu yang diduga membawa bahan koloid
4).Stasiun IV
Stasiun IV Kelurahan Tanjnung
Gedang berada pada bagian Hilir Sungai Batang Bungo, dimana dilokasi ini
merupakan pangkal Sungai Batang Bungo Di lokasi ini merupakan lokasi yang berdekatan
dengan pertemuan anatara Sungai Batang Bungo dengan Sungai Induknya yaitu
Sungai Batang Tebo atau sering disebut Muara Sungai.
3.4. Cara Pelaksanaan Pengambilan Sampel Air
3.4.1. Level Pengambilan Sampel Air
Pengambilan kedalaman sampel
air ditentukan berdasarkan besarnya debit air sungai. Menurut Standar Nasional
Indonesia Bidang Kualitas Air, 1990 dalam Siradz, A.S et al, 2008 bahwa debit air sungai diukur dengan menggunakan alat
Current Meter. Dari hasil pengukuran nilai debit air maka dapat ditentukan
kedalaman pengambilan sampelnya. Jika debit air <150 m3/detik maka sampel air diambil
0,5 x kedalaman sungai, tetapi jika debit air > 150 m3/detik maka sampel air
dapat diambil pada 0,2 x kedalaman
sungai diukur dari permukaan sungai.
3.4.2. Pemeriksaan di Lapangan
Pemeriksaan atau
pengukuran langsung di lapangan meliputi
unsur-unsur yang dapat berubah dengan cepat, dilakukan langsung dilapangan
setelah pengambilan sampel air. Unsur-unsur tersebut antara lain ; suhu, pH,
warna air, dan kecerahan ( LPPM Bung Hatta, 2009) .
3.4.3.Pemeriksaan di Laboratorium
Adapun sampel air yang diperiksa di laboratorium
antara lain untuk parameter :
1).Kelarutan oksigen (DO), 2). BOD5,
3).COD (Chemical Oxygen Demand), 4). Kandungan Nitrat ( ),
3.5.Pengambilan Sampel Ikan
Sampel ikan dari setiap
stasiun ditangkap dengan menggunakan beberapa jenis alat tangkap antara
lain: jaring, jala dan pancing.
Jaring yang digunakan mempunyai ukuran, panjang 50 meter, lebar 1 meter
dengan ukuran mata jaring yang berbeda yaitu ¾, 1 dan 3 inchi. Pada bagian atas
jaring (tali ris atas) terdapat pelampung sebanyak 1 buah tiap meternya,
sedangkan pada bagian bawahnya (tali ris bawah) dikaitkan dengan pemberat
sebanyak 4 buah tiap meternya. Pelampung dan pemberat berguna untuk menegakkan
posisi jaring selama di dalam air agar tidak terbawa arus atau gelombang.
Pemasangan jaring dilakukan selama 1 malam pada setiap stasiun.
Alat tangkap jala yang
digunakan berukuran 1,75 inchi, panjang 3 m dengan cara menebarkan pada setiap
stasiun selama 3 jam dan pancing dipasang sebanyak 50 buah dan dipasang selama
1 malam. Cara penangkapan sampel ikan dilakukan dengan perlakukan alat tangkap
dan lama waktu yang sama untuk setiap stasiunnya dan pengambilan dilakukan 1
kali pada musim kemarau dan 1 kali pada musim hujan.
Sampel ikan yang diperoleh
dikelompokkan berdasar ciri-ciri morfologi yang sama dan dihitung jumlah dari
masing-masing jenis. Tiap jenis diambil beberapa ekor sebagai sampel dan
dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah diisi formalin 4% sebagai
pengawet selanjutnya dimasukkan ke dalam botol koleksi lalu diberi label (
Saanin, 1989 ). Selanjutnya sampel dibawa ke Laboratorium untuk diamati dan
diidentifikasi dengan buku acuan menurut Saanin 1986. Pengambilan sampel ikan
dilakukan 2 kali yaitu musim kemarau dan musim hujan.
3.6.Metoda Analisis Data
Untuk
menganalisis data yang diperoleh dari dilapangan digunakan beberapa metoda
analisis. Metoda analisis tersebut adalah sebagai berikut:
3.6.1.
Analisis Indeks Keanekaragaman Jenis Ikan (H1)
Analisis data mencakup indeks keanekaragaman jenis ikan menurut Shannon dalam Bengen,2000, dilambangkan dengan (H1) yang dibatasi sebagai :
I i
H1 = - ∑ ni Log 2 ni =
- ∑ ( p1 Log2
p1 ) ...............................(1)
i-1
N N i-1
s menunjukan banyaknya
species yang di amati. Oleh karena Log2
atau 2Log atau Logaritma dengan dasar bikangan 2 dari suatu ekspresi
numeric dapat dinyatakan sebagai 2
Log x , maka 2 Log x dapat dinyatakan kembali menjadi ( log x / log
2) = 3,32 log x, sedangkan log menunjukan logaritma dengan bilangan dasar 10. Dengan demikian
Indeks Shannon dapat ditulis kembali menjadi :
Hi = 3,32 ( log N -1 ∑ ni log ni )
N
dengan ragam
∑ pi (log2 pi )2 - (∑pi log2 pi)2 s-1
Var Hi =
+ + …
N 2N2
Untuk menguji hipotesis H0 : Hi1 = Hi2 , perbedaan antar contoh digunakan uji
t dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
Hi1 - Hi2
t =
√ Var Hi1
+ Var Hi2 .................................(2)
(Var Hi1 + Var Hi2 )
dengan derajat bebas (
db) =
(Var Hi1
)2 / N1 +
(Var Hi2
)2 /N2
3.6.2.
Analisis Indeks
Keseragaman/Regularitas/Equitabilitas (E)
Equitabilitas adalah penyebaran individu antar species yang berbeda dan
diperoleh dari hubungan antara keanekaragaman (H1) dengan keanekaragaman maksimalnya ( Bengen,
2000).
H1 H1
E = = .................................................................(4)
H1 max Log 2 s
1
Karena, H1 max
= - ∑ - 1 Log2 1 = - s
1 Log2 1 = Log2 s
i=1
s s s s
Dimana :
Hi = Indeks Keanekaragaman Shannon-Weiner
H max =
Keanekaragaman species maksimum
S =
Jumlah Species
Nilai E berkisar antara 0 - 1
Semakin kecil nilai
E,
maka semakin kecil keseragaman
suatu populasi, sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi akan menunjukkan keseragaman
( Krebs,
1985 ).
3.6.3.
Analisis
Indeks Keragaman Simpson ( D )
Indeks ini digunakan untuk menentukan kualitas perairan yang
jumlah jenisnya banyak atau dengan keragaman jenisnya tinggi ( Koesoebiono,1987
dalam Ferianita Fachrul, 2008 )
s ( n1 )2
D = ∑
______
i N2 …………………………………………..…(5)
Resiprok Indeks Keragaman
Simpson ( Koesoebiono,1987 )
s
( n1 )2
( 1 – D ) =
∑ ______
i N2
Dengan ::
N
= Jumlah Total individu
n = Jumlah individu masing-masing jenis
3.6.4.
Analisis Indeks Kesamaan ( IS)
2c
IS = _______
x 100 % ..............................................................(6)
a
+ b
Dimana :
a = Jumlah species pada Stasiun A
b = Jumlah species pada Stasiun B
c = Jumlah
Species yang sama pada Stasiun A dan B
IS = 75 – 100
% =
Sangat Mirip
50 -
75 % = Mirip
25 -
50 % = Tidak Mirip
< 25 % =
Sangat Tidak Mirip ( Michael, P, 1994 )
3.6.5.
Kepadatan Populasi,
Kepadatan Relatif dan Frekuensi
Kehadiran
Dalam Michael, P, 1994
disebutkan bahwa untuk menghitung Kepadatan Populasi (KP), Kepadatan Relatif
(KR) dan Frekuensi Kehadiran (FK)
menggunakan persamaan sebagai berikut :
a. Kepadatan Populasi (KP)
Jumlah Individu Suatu jenis
KP
(indv/m2) = _________________________ ……………(7)
Luas
Area / Plot
b. Kepadatan Relatif (KR)
Kepadatan Suatu Jenis
KR ( %
) =
_________________________ X 100 % …..(8)
Jumlah Kepadatan Seluruh
Jenis
c. Frekuensi Kehadiran (FK)
Jumlah Plot yang
ditempati Suatu Jenis
FK =
_________________________________ X
100 %
Jumlah Total
plot ......................(9).
Di mana:
FK = 0 - 25% :
Kehadiran sangat
jarang
FK = 25 - 50% :
Kehadiran jarang
FK = 50 - 75% :
Kehadiran sedang
FK > 75% :
Kehadiran sering/absolut
3.6.6. Analisis Korelasi Pearson
Korelasi merupakan teknik
analisis yang termasuk dalam salah satu teknik pengukuran asosiasi /
hubungan (measures of association). Pengukuran asosiasi mengenakan nilai
numerik untuk mengetahui tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara
variabel. Dua variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu
mempengaruhi variabel yang lain. Jika
tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel tersebut disebut independen.
Korelasi Pearson adalah suatu bentuk rumus yang digunakan untuk mencari hubungan
antara dua variabel, yaitu variabel
bebas atau independent variable dan variabel terikat
atau dependent variable.
Di mana umumnya variabel terikat diberi notasi Y dan variabel bebas diberi notasi X, di mana variabel bebas ini merupakan
pemberian dari hasil suatu pengamatan sehingga variabel bebas tersebut tidak
lagi Random atau acak.
Dalam hal ini Analisis Korelasi
Pearson digunakan untuk
mengetahui keberartian hubungan antara indeks keanekaragaman jenis ikan yang terdapat di lokasi penelitian Sungai Batang Bungo dengan parameter fisika kimia perairan. Adapun persamaanya
sebagai berikut:
Keterangan :
r :
Korelasi antar indeks
keanekaragaman jenis ikan dengan
parameter fisika kimia perairan
X
: Parameter kualitas air
Y :
Parameter indeks keanekaragaman
jenis ikan (Hi)
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Keanekaragaman Jenis
Ikan
Hasil Penelitian
Hasil
tangkapan selama penelitian pada 4
stasiun, baik musim hujan maupun musim
kemarau ditemukan sebanyak 25 jenis ikan
dari 16 genus dan 9 famili, seperti
tersaji Tabel 4.1. di bawah ini.
Sedangkan menurut hasil wawancara langsung dengan petani/nelayan pada
masing-masing Stasiun di Sungai Batang Bungo ternyata selama dalam 2010 telah
ditemukan atau tertangkap nelayan sebanyak
58 jenis ikan atau 43,1 % (
Lampiran...).
Selanjutnya
bila dibandingkan dengan hasil inventarisasi jenis-jenis ikan Perairan Propinsi
di Jambi ( Sudrajat, A. et al, 2009 )
ditemukan sebanyak 131 jenis ikan, 25 Famili, 14 Ordo, maka hasil tangkapan selama penelitian ini
baru 19,08 % dari yang jenis ikan yang tercatat di perairan Jambi. Adapun 25
jenis ikan tersebut dapat dideskripsikan sebagai dalam Lampiran 4 dan 5.
Secara umum keanekaragaman jenis ikan pada
lokasi penelitian relatif rendah jika dibandingkan dengan jenis ikan yang ada
di perairan Propinsi Jambi sebanyak 131 Jenis. Masih sedikitnya jumlah jenis
hasil tangkapan selama penelitian ini karena waktu atau musim, jenis alat
tangkap, luas area dan daerah penangkapan sangat terbatas
Menurut
Watoon, 1991, bahwa keanekaragaman jenis ikan sungai tergantung pada dua
faktor. Pertama, peningkatan jumlah mikro habitat akan dapat meningkatkan
keragaman. Kedua, area yang lebih luas sering memiliki variasi habitat yang
lebih besar dibanding dengan area yang lebih sempit.
Tabel 4.1. Keanekaragaman jenis ikan yang
berhasil ditangkap dan taksonominya Di Stasiun Sungai Batang Bungo Kabupaten
Bungo
Filum
|
Kelas
|
Ordo
|
Famili
|
Genus
|
Spesies
|
Nama Lokal
|
Chordata
|
Pisces
|
Ostariophysi
|
Bragiidae
|
Mystus
|
Mystus nemurus (Weber & Beaufort,1913)
|
Baung
|
Mystus
sp
|
Baung Akar
|
|||||
Mystus
wyckii (Blkr)
|
Baung Murai
|
|||||
Mystus
sp
|
Tampang Durian
|
|||||
Mystus
microcanthus (Weber & Beaufort,1913)
|
Sengiring'
|
|||||
Bagrichthys
|
Bagrichthys
hypselopterus (Weber & Beaufort,1913)
|
Sengingih/Layang-layang
|
||||
Nandidae
|
Nandus
|
Nandus nandus(Nandus nebulosus (Weber &
Beaufort,1922))
|
Beterung
|
|||
Gobiidae
|
Oxyeleotris
|
Oxyeleotris
marmorata (Kauman, 1953)
|
Betutu
|
|||
Channidae
|
Channa
|
Channa
striata (Weber & Beaufort,1922)
|
Gabus
|
|||
Ostariophysi
|
Pangasidae
|
Pangasius
|
Pangasius
polyuranodon (Weber & Beaufort,1913)
|
Juaro
|
||
Siluridae
|
Kryptopterus
|
Kryptopterus
macrocephalus (Blkr)
|
Lais
|
|||
Cypriniformes
|
Cyprinidae
|
Dangila
|
Dangila
ocellata (Weber & Beaufort,1916)
|
Malis/Lambak muncung
|
||
Barbicthys
|
Barbicthys laevis (Weber &
Beaufort,1916;Kottelat,1984b)
|
Mentulu
|
||||
Osteochillus
|
Osteochillus
hasselti (C.V)
|
Palau
|
||||
Chela
|
Chela
laubuca (Hamilton-Buchanan,1822))
|
Perut-perut
|
||||
Chela
oxygastroides (Howes,1979)
|
Pimping
|
|||||
Puntius
|
Puntius
tawarensis (Weber & Beaufort,1916)
|
Kepras/Kepang
|
||||
Puntius
schwanefeldi (Blkr)
|
Lampam
|
|||||
Rasbora
|
Rasbora
pauciperforata (Weber & Beaufort,1916)
|
Seluang
|
||||
Rasbora
argyrotaenia (Bleeker,19850)
|
Masai
|
|||||
Rasbora
sp
|
Batu/Seluang barau
|
|||||
Chrossochheilus
|
Chrossochheilus
gnathopogon (Weber & Beaufort,1916)
|
Semuruk
|
||||
Opisthomi
|
Mastacembelidae
|
Mastacembelus
|
Mastacembelus erythrotaenia (de
Beaufort&Brigg,1962)
|
Tilan
|
||
Cypriniformes
|
Mastacembelus
sp
|
Tampang Ayam
|
||||
Cynoglossidae
|
Cynoglossus
|
Cynoglossus
|
Lidah-lidah/mata sebelah
|
|||
JUMLAH
|
9
|
16
|
25
|
Sumber : Data primer diambil bulan Oktober 2010
dan Januari 2011
.
4.2. Nilai Keanekaragaman Jenis Ikan ( Hi
)
Nilai indeks Keanekaragaman Jenis Ikan ( Hi
) yang tertangkap selama
penelitian di empat Stasiun di Sungai
Batang Bungo berdasarkan Indek Shannon
dapat dilihat pada Tabel 4.2. berikut ini.
Tabel 4.2. Nilai Keanekaragaman Jenis Ikan
( Hi ) yang tertangkap selama
penelitian di empat Stasiun Penelitian
di Sungai Batang Bungo.
No
|
Musim
|
Nilai Indek Keanekaragaman ( Hi )
|
|||
ST I
Tebat
|
ST II
Tanjung Agung
|
ST III
Sungai Pinang
|
ST IV
Tanjung Gedang
|
||
1.
|
Keanekaragaman
Musim Kemarau
|
1.899
|
1.380
|
0.578
|
1.053
|
2.
|
Keanekaragaman
Musim Hujan
|
1.757
|
1.281
|
0.321
|
1.326
|
Sumber : Data primer diambil bulan Oktober
2010 dan Januari 2011
Berdasarkan
hasil perhitungan nilai Indeks Keanekaragaman pada tabel tersebut di atas,
bahwa kisaran nilai Indeks Keanekaragaman
yaitu 0,321 – 1,899 dimana Indek tertinggi ditemui pada Stasiun I Desa Tebat pada pada musim kemarau sebesar
1,899, sedangkan nilai indek terendah terdapat pada musim hujan Stasiun III
sebesar 0,321. Lebih tingginya nilai indek keanekaragaman pada Stasiun I karena
lokasi ini masih belum banyak terpengaruh aktivitas penambangan emas (PETI) dan
penambangan pasir. Sedangkan Stasiun II, III dan IV perairan tersebut sudah
dipoengaruhi aktivitas peambangan emas dan pasir. Pada Stasiun III Kelurahan
Sungai Pinang baik musim kemarau maupun musim hujan nilai Indek Keanekaragaman
terlihat sangat rendah, hal ini menunjukkan lokasi tersebut sangat ipengaruhi
oleh aktivitas penambangan emas dan pasir, dimana pada bagian hulu Stasiun III
(diantara Stasiun II dan III) terdapat 108 unit PETI dan 3 unit eskavator
penambang pasir. Dengan adanya aktivitas tersebut nilai beberapa parameter
kualitas air terutama : TSS , NO2 dan kecerahan sangat tinggi dibanding dengan Stasiun lain
Selanjutnya
hubungan nilai Indeks Keanekaragaman dengan kriteria kualitas air menurut Lee,
dkk, 1975 dalam Ferianita Fachrul, 2008 bahwa, nilai Indek Keanekaragaman (Hi)
hasil penelitian pada Stasiun I – IV dapat dikategorikan sebagaimana Tabel
4.3. berikut ini:
Tabel 4.3. Hubungan Indeks Keanekaragaman Ikan di Stasiun
Penelitian dengan kriteria kualitas air menurut Lee, dkk, 1975 dalam Ferianita
Fachrul, 2008.
No
|
Stasiun
|
(Hi)
|
Kualitas perairan
|
1.
2.
3.
4.
|
ST
I, Desa Tebat
St
II , Ds. Tanjung Agung
ST III, Kel. Sungai Pinang
ST IV, Kel. Tanjung Gedang
|
1.757 - 1.899
1.281 - 1.380
0.321 - 0.578
1.053 - 1.326
|
Tercemar Ringan
Tercemar Sedang
Tercemar Berat
Tercemar Sedang
|
Sumber:
Data primer diolah bulan Oktober 2010 dan Januari 2011menurut Lee, dkk, 1975 dalam
Ferianita Fachrul, 2008.
Menurut
Shannon Weiner dalam Ferianita Fachrul, 2008, bahwa komponen lingkungan,
baik yang hidup (biotik) maupun yang mati (abiotik) akan mempengaruhi
kelimpahan dan keanekaragaman biota air yang ada pada suatu perairan. Perairan
yang berkualitas baik biasanya memiliki keanekaragaman jenis yang tinggi dan sebaliknya
pada perairan yang buruk atau tercemar keanekaragaman jenis yang rendah.
Selanjutnya untuk
menguji hipotesis H0 : Hi1 =
Hi2 ,
perbedaan antar contoh digunakan uji t. Hasil perhitungan Varian H11
= 0.00433 dan H12 = 0.002992 dan t hitung = 0.015635. Kemudian t hitung dibandingkan dengan t tabel (0,05%) sebesar 1,645, yang
berarti t hitung lebih kecil dari t tabel. Dengan demikian H0 gagal ditolak
atau tidak ada perbedaan nyata antar H11
dan H12.
4.8. Nilai Keseragaman (E)
Nilai
indeks Keseragaman atau Equitabilitas
( E ) ikan yang tertangkap
selama penelitian di empat Stasiun di
Sungai Batang Bungo berdasarkan Krebs,
1985 dalam Bengen, 2000 dapat
dilihat pada Tabel 4.4 berikut ini.
Tabel 4.4. Nilai Keseragaman atau Equitabilitas ( E ) yang
Tertangkap di empat Stasiun Penelitian di Sungai Batang Bungo.
No
|
Musim
|
Nilai Keseragaman atau Equitabilitas
( E )
|
|||
ST I
Tebat
|
ST II
Tanjung Agung
|
ST III
Sungai Pinang
|
ST IV
Tanjung Gedang
|
||
1.
|
Keseragaman
Musim Kemarau
|
0.433
|
0.314
|
0.132
|
0.239
|
2.
|
Keseragaman
Musim Hujan
|
0.388
|
0.283
|
0.071
|
0.293
|
Sumber:
Data primer bulan Oktober 2010 dan Januari 2011diolah menurut Bengen 2000.
Berdasarkan
hasil perhitungan Nilai Indeks Keseragaman atau Equitabilitas ( E ) ST I – IV pada Tabel tersebut di atas, maka nilai
(E) dengan kisaran 0.071 -
0.433. Pada Stasiun I Desa Tebat terlihat lebih tinggi dengan 3
stasiun lainnya. Dengan demikian Stasiun
I Tebat memiliki keseragaman populasi yang tinggi dibanding stasiun lainya.
Menurut Krebs, 1985 dalam
Bengen, 2000, disebutkan bahwa semakin kecil
nilai E, maka
semakin
kecil
keseragaman suatu
populasi,
sebaliknya semakin besar nilai E, maka populasi akan menunjukkan keseragaman
4.9. Nilai Indeks Keragaman Simpson ( D )
Nilai
indeks Keragaman Simpson ( D ) ikan yang tertangkap selama
penelitian pada StasiunI -IV di Sungai
Batang Bungo dapat dilihat pada Tabel 4.4. Indeks Keseragman Simposon ( D ) ini digunakan untuk menentukan kualitas
perairan yang jumlah jenisnya banyak atau dengan keragaman jenisnya tinggi
(Koesoebiono,1987 dalam Ferianita Fachrul, 2008).
Tabel 4.4. Nilai Keragaman Simpson ( D ) yang
Tertangkap Selama Penelitian pada
Stasiun Penelitian di Sungai Batang Bungo.
No
|
Musim
|
Nilai Keragaman Smpson (D)
|
|||
ST I
Tebat
|
ST II
Tanjung Agung
|
ST III
Sungai Pinang
|
ST IV
Tanjung Gedang
|
||
1.
|
Keragaman
Musim Kemarau
|
0.0232
|
0.0160
|
0.0017
|
0.0031
|
2.
|
Keragaman
Musim Hujan
|
0.0172
|
0.0293
|
0.0007
|
0.0078
|
Sumber:
Data primer diolah bulan Oktober 2010 dan Januari 2011
Selanjutnya
bila Nilai Indeks Keragaman Simpson ( D ) dari data tersebut di atas
dikaitkan dengan tingkat pencemaran perairan (Tabel 3.5.), maka dapat diperoleh
klasifikasi masing-masing stasiun sebagai mana Tabel 4.5. di bawah ini.
Tabel 4.5.Hubungan Indeks Keragaman Simpson ( D ) Stasiun
Penelitian dengan kriteria kualitas air menurut Odum, 1971 dalam Ferianita
Fachrul, 2008.
No
|
Stasiun
|
Indeks Keragaman Simpson ( D )
|
Kualitas Perairan
|
1.
2.
3.
4.
|
ST
I, Desa Tebat
St
II , Ds. Tanjung Agung
ST III, Kel. Sungai Pinang
ST IV, Kel. Tanjung Gedang
|
0.0172 - 0.0232
0.0160 - 0.0293
0.0007- 0.0017
0.0031 - 0.0078
|
Tercemar Berat
Tercemar Berat
Tercemar Berat
Tercemar Berat
|
Sumber: Data primer diolah
bulan Oktober 2010 dan Januari 2011 menurut Lee, dkk, 1975 dalam
Ferianita Fachrul, 2008.
4.10. Nilai Kesamaan (IS)
Nilai Indeks Kesamaan ( IS ) dari ikan yang tertangkap selama
penelitian pada Stasiun I -IV di Sungai
Batang Bungo dapat dilihat pada Tabel 4.6. dan Tabel 4.7. berikut ini
Tabel 4.6. Nilai Indeks Kesamaan ( IS )
antar Stasiun Penelitian pada Musim
Kemarau
IS (%)
|
ST I
Tebat
|
ST II
Tanjung Agung
|
ST III
Sungai Pinang
|
ST IV
Tanjung Gedang
|
Stasiun 1
|
-
|
69,56
|
50,00
|
58,33
|
Stasiun 2
|
-
|
-
|
58,82
|
66,66
|
Stasiun
3
|
-
|
-
|
-
|
44,44
|
Stasiun
4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Sumber: Data primer diolah
bulan Oktober 2010 dan Januari 2011
Tabel 4.7. Nilai Indeks Kesamaan ( IS ) antar
Stasiun Penelitian pada Musim Hujan
IS (%)
|
ST I
Tebat
|
ST II
Tanjung Agung
|
ST III
Sungai Pinang
|
ST IV
Tanjung Gedang
|
Stasiun 1
|
-
|
58,33
|
23,53
|
56,00
|
Stasiun 2
|
-
|
-
|
13,33
|
52,17
|
Stasiun 3
|
-
|
-
|
-
|
25,00
|
Stasiun 4
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Sumber: Data primer diolah bulan Oktober
2010 dan Januari 2011
Menurut
Michael, P, 1994 bahwa nilai Indeks Kesamaan
(IS) antara 75 – 100 %
dikategorikan Sangat Mirip, 50 - 75 %
dikategorikan Mirip, 25 - 50 % dikategorikan Tidak Mirip dan < 25 %
dikategorikan Sangat Tidak Mirip. Dari nilai Indeks Kesamaan ( IS ) tidak ditemukan spesies yang Sangat Mirip antar
Stasiun. Rata-rata nilai Indeks Kesamaan ( IS ) antar stasiun Mirip
dan Tidak
Mirip kecuali kategori Sangat
Tidak Mirip pada musim hujan
yaitu antara Stasiun I dengan III, Stasiun II dengan III serta Stasiun
III dengan IV.
Secara umum antar Stasiun tidak ditemukan
sebaran spesies yang sangat mirip. Hal
ini sesuai dengan pendapat Ross, 1997 dalam Siagian, 2009, bahwa keanekaragaman dan kelimpahan ikan
ditentukan oleh karakteristik habitat perairan. Karakteristik habitat di sungai
sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran sungai. Kecepatan aliran tersebut ditentukan
oleh perbedaan kemiringan sungai, keberadaan hutan atau tumbuhan di sepanjang
daerah aliran sungai yang akan berasosiasi dengan keberadaan hewan-hewan
penghuninya.
4.11. Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran
Berdasarkan hasil sampel ikan tertangkap
dapat disajikan pada Rekap hasil perhitungan
Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif, dan Frekuensi Kehadiran pada Musim
Kemarau dan Musim hujan pada Tabel 4.8.
berikut ini.
Tabel 4.8.
Rekap Hasil Perhitungan Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif, dan
Frekuensi Kehadiran pada Musim Kemarau dan Musim Hujan.
Jenis Ikan
(Nama
Lokal)
|
Musim
kemarau
|
Nusim
hujan
|
Ket
|
||||
KP
|
KR %
|
FK %
|
KP
|
KR %
|
FK %
|
||
Batu
|
0.000400
|
0.917431
|
25
|
0.000200
|
0.64935
|
25
|
|
Baung
|
0.002200
|
5.045872
|
100
|
0.002000
|
6.49351
|
75
|
|
Baung
Akar
|
0
|
0
|
0
|
0.000200
|
0.64935
|
25
|
|
Baung
Murai
|
0
|
0
|
0
|
0.000200
|
0.64935
|
25
|
|
Beterung
|
0.000200
|
0.458716
|
25
|
0.000200
|
0.64935
|
25
|
|
Betutu
|
0.000200
|
0.458716
|
25
|
0
|
0
|
0
|
|
Gabus
|
0.000400
|
0.917431
|
25
|
0.000400
|
1.29870
|
25
|
|
Juaro
|
0.000400
|
0.917431
|
25
|
00
|
0
|
||
Kepang
|
0.001600
|
3.669725
|
50
|
0.000800
|
2.59740
|
50
|
|
Lais
|
0.001200
|
2.752294
|
50
|
0.001200
|
3.89610
|
50
|
|
Lampam
|
0.007400
|
16.97248
|
100
|
0.003200
|
10.38961
|
75
|
|
Lidah-lidah
|
0
|
0
|
0
|
0.000200
|
0.64935
|
25
|
|
Malis
|
0.007600
|
17.43119
|
100
|
0.006600
|
21.42857
|
75
|
|
Masai
|
0.004400
|
10.09174
|
100
|
0.002400
|
7.79221
|
75
|
|
Mentulu
|
0.000800
|
1.834862
|
50
|
0.000400
|
1.29870
|
50
|
|
Palau
|
0.003600
|
8.256881
|
75
|
0.002400
|
7.79221
|
100
|
|
Perut-perut
|
0.000600
|
1.376147
|
25
|
0.000800
|
2.59740
|
25
|
|
Pimping
|
0.005200
|
11.92661
|
75
|
0.003600
|
11.68831
|
75
|
|
Seluang
|
0.000800
|
1.834862
|
25
|
0.001600
|
5.19481
|
25
|
|
Semuruk
|
0.000600
|
1.376147
|
25
|
0.000800
|
2.59740
|
25
|
|
Sengingih
|
0.001000
|
2.293578
|
25
|
0.000400
|
1.29870
|
25
|
|
Sengiring'
|
0.004600
|
10.55046
|
75
|
0.002200
|
7.14286
|
50
|
|
Tampang Ayam
|
0.000400
|
0.917431
|
25
|
0.000600
|
1.94805
|
25
|
|
Tampang
Durian
|
0
|
0
|
0
|
0.000200
|
0.64935
|
25
|
|
Tilan
|
0
|
00
|
0.000200
|
0.64935
|
25
|
||
Jumlah
|
0.0436
|
100.00
|
0.030800
|
100.00
|
Sumber: Data primer diolah bulan Oktober
2010 dan Januari 2011
Dari tabel
tersebut dapat dilihat bahwa Kepadatan Populasi, Kepadatan Relatif, dan
Frekuensi Kepadatan Populasi tertinggi ditemukan pada jenis ikan Malis (Dangila
ocellata, Weber & Beaufort,1916) dalam
musim kemarau sebesar 0.007600 individu / m2. Hal ini diduga bahwa ikan Malis sedang
mangalami peningkatan populasi, dimana pada saat itu akan berlangsung musim
pemijahan karena waktu musim kemarau hampir habis, pada umumnya ikan diperairan
umum mmijah pada awal musim hujan. Sebaliknya untuk Kepadatan Populasi
terendah ditemukan beberapa jenis ikan yaitu : Beterung (Nandus nebulosus,
Weber & Beaufort,1922), Betutu (Oxyeleotris marmorata, Kauman, 1953)
, Tampang Durian (Mystus sp), dan Tilan (Mastacembelus erythrotaenia, de
Beaufort&Brigg,1962) masing-masing sebesar 0, 0002 individu /m2.
Rendahnya Kepadatan Populasi ketiga jenis ikan tersebut diduga disebabkan
ketidak mampuannya dalam beradaptasi dengan lingkungan yang sudah mulai
tercemar atau loakasi penelitian kurang sesuai dengan habitat mikronya.
Untuk Kepadatan relatif paling tinggi ditemukan pada Ikan Malis (Dangila ocellata, Weber & Beaufort,1916) dalam musim hujan sebesar 21,42857 %. Sedangkan Kepadatan relatif terendah ditemukan pada Ikan Beterung (Nandus
nebulosus, Weber & Beaufort,1922) dan Ikan Betutu (Oxyeleotris
marmorata, Kauman, 1953) masing–masing sebesar 0,4587 %.
Selanjutnya untuk Frekuensi kehadiran paling tinggi ditemukan pada
jenis ikan Lampam (Puntius
schwanefeldi (Blkr) pada musim
hujan sebesar 21.42857 %. Pada saat itu ikan Lampan banyak ditemukan dalam
ukuran relatif kecil atau masyarakat setempat menyebutnya sebagai ikan Kapiat
atau anak Ikan Lampam (Puntius schwanefeldi (Blkr).
4.12. Analisis Nilai
Korelasi Pearson
Hasil
pengukuran parameter fisika kimia
perairan masing-masing stasiun dan nilai indeks keanekaragaman jenis ikan yang terdapat di lokasi penelitian Sungai Batang Bungo dikorelasikan dengan metode Analisis
Korelasi Pearson menggunakan Software SPSS Versi 14.00 maka diperoleh nilai korelasi ( r ) seperti
tertera pada Tabel 4.9. di bawah
ini. Hasil Perhitungan Korelasi Pearson dengan SPSS Versi 14.00.)
Tabel 4.9.
Nilai Korelasi ( r ) Antara Fisika Kimia Perairan Dengan Nilai Indeks Keanekaragaman Jenis Ikan Yang Terdapat Di Lokasi Penelitian Sungai Batang Bungo
Suhu
|
Kecerahan
|
TDS
|
TSS
|
pH
|
BOD
|
COD
|
DO
|
Amoniak
(NH3-N )
|
Nitrat
(NO3)
|
Nitrit
( NO2 )
|
Pb
|
Kesadahan
|
Alkalinitas
|
||
Hi
|
r
|
-0.
191
|
0. 713
|
0. 238
|
-0. 803
|
0. 880
|
-0. 030
|
-0. 121
|
-0. 562
|
-0. 328
|
-0. 171
|
-0. 450
|
0
|
0. 095
|
0. 256
|
Sumber : Data primer diolah (SPSS Versi 14.00)
Keterangan :
Nilai + = Arah korelasi
searah
Nilai - = Arah korelasi berlawanan arah
Hasil perhitungan analisis Korelasi Pearson antara beberapa faktor
fisik dan kimia perairan berbeda tingkat korelasi dan arah korelasinya dengan
indeks keanekaragaman. Nilai (+) menunjukkan hubungan yang searah antara
nilai faktor fisik dan kimia maka nilai indeks keanekaragaman akan semakin besar
pula, sedangkan nilai
negatif (-) menunjukan
hubungan yang berbanding terbalik
antara nilai faktor fisik dan kimia perairan dengan
nilai indeks keanekaragaman (Hí), artinya
semakin besar nilai faktor
fisik dan kimia perairan
maka nilai
Hí
akan
semakin kecil,
begitu
juga sebaliknya,
jika
semakin kecil nilai faktor fisik, kimia, dan biologi maka nilai Hí akan semakin besar. Dari hasil uji korelasi Pearson (r)
antara faktor fisik dan kimia perairan dengan keanekaragaman
ikan (Hi) dapat dilihat bahwa : Kecerahan, TDS, pH,
Kesadahan dan Alkalinitas masing-masing sebesar: 0,713 ; 0,238; 0,880; 0,095 dan 0,256 memiliki hubungan korelasi positif dengan indeks
keanekaragaman ikan. Artinya bahwa semakin besar nilai faktor fisika dan kimia
perairan maka nilai indeks keanekaragaman semakin kecil. Sedangkan untuk parameter:
Suhu, TSS, BOD, COD, DO, NH3-N, NO3 dan
NO2 dengan masing-masing : -0,191; -0,803;
-0,030; -0,121;
-0,562; -0,328, -0,171
dan -0,450 memiliki hubungan
korelasi negatif dengan indeks keanekaragaman ikan, artinya bahwa semakin kecil
nilai korelasi pearson ( r ) maka semakin kecil nilai faktor fisika dan kimia
perairan maka nilai indeks keanekaragaman semakin besar.
Untuk
parameter Timbal (Pb), nilai korelasi ( r ) sebesar 0. Jika korelasi sama
dengan nol (0), maka tidak terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut.
Perlu diingat bahwa hubungan linier yang kuat di antara variabel tidak selalu berarti ada
hubungan kausalitas, sebab-akibat. Dengan demikian, Korelasi hanya menjelaskan
kekuatan hubungan tanpa memperhatikan hubungan kausalitas, mana yang
dipengaruhi dan mana yang mempengaruhi. Berdasarkan interval koefisien korelasi
dan tingkat hubungan antar faktor, menurut Sugiyono, 2005 seperti tertera pada Tabel 4.10. berikut ini.
Tabel 4.10. Interval Korelasi dan Tingkat Hubungan
Antar Faktor
No
|
Interval Korelasi (r)
|
Tingkat hubungan
|
1.
2.
3.
4.
5.
|
0,000 - 0,199
0,200 – 0,399
0,400 – 0,599
0,600 – 0,799
0,800 – 1,000
|
Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat Kuat
|
Sumber : Data primer diolah dan menurut Sugiyono, 2005
Nilai (r) Kecerahan 0,713 dan pH 0,880 memiliki tingkat hubungan (positif) Kuat dan Sangat
Kuat terhadap nilai Indeks
Keanekaragaman Ikan Hi, demikian pula nilai (r) TSS -0,803 memiliki tingkat hubungan
(negatif) sangat kuat dan DO -0,562 memiliki tingkat hubungan
(negatif) sedang.
DAFTAR PUSTAKA
Ardianor, 1999, Pengaruh
Pemindahan massa Air Dasar ke Lapisan Permukaan dan Pemberian Kapur Terhadap
Produktivitas Primer dan Kelimpahan Fitoplankton di Danau Sabuah. Tesis,
Program Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor (IPB), Bogor, Indonesia.
Bengen, 2000, Teknik Pengambilan Contoh dan Analisa
Data Biofisik Sumber Daya Pesisir, Sinopsis, Pusat Kajian Sumber Daya Pesisir
dan Kelautan, Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB, Bogor, hal 26 – 29.
Boyd, Claude. E, 1982,
Water Quality Management for Pond Fish Culture. Elsevier Scientific – Amsterdam. Development in Aguaculture and Fisheries
Science Vol. 9
BPS Kabupaten Bungo, 2008,
Bungo Dalam Angka 2008, BPS Kabupaten Bungo.
Dahuri. R. 1995, Metode dan Pengukuran Kualitas Air, Aspek
Biologi. IPB. Bogor.
Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bungo, 2009, Renstra Dinas Peternakan dan Perikanan
(Revisi) 2009-2011.
Dinas Peternakan dan
Perikanan Kabupaten Bungo, 2009. Laporan Operasional Pengawasan Tahun 2009
Kegiatan Kelestarian Sumberdaya Perikanan, Dinas Peternakan dan Perikanan
Kabupaten Bungo, Muara Bungo.
Effendi, H. 2003, Telaah
Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkung-an Perairan. Kanisius.
Yogyakarta.
Ferianita Fachrul, 2008,
Metode sampling bioekologi, Ed 1 Cet 2 Bumi Aksara, Jakarta 198 halaman
Marshall,
N.B, 1982, Biology of Fishes.
Chapman and
Hall. New York
Michael, P, 1994, Metoda Ekologi
untuk Penyelidikan Lapangan dan Laboratorium, UI Pres Jakarta.
Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988,
Fishes and Introduction to Ichtyology Prentice Hall
Englewood Cliffs.
New
Jersey.
Saanin, H. 1986, Taksonomi dan Kunci Identifikasi
Ikan. Bina Cipta.
Jakarta.
Saputra, FM, 2004. Daerah
Aliran Sungai Batang Hari, Makalah-pdf Web: http://penataanruang.pu.go.id/ta/Lapak04/P3
DasBatangharAkhir.html disakses tanggal 24 November 2009, pukul
08.41 WIB.
Sudrajat, A, Darti Satiyani,
Sudarto, Ketut Sugama dan Murniyati, 2009, Inventarisasi Keragaman Ikan lokal Air
Tawar Provinsi Jambi, Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jambi, Jambi,
Cetakan ke 2, 81 pp.
Siagian, C, 2009,
Keanekaragaman dan Kelimpahan Ikan serta Keterkaitannya dengan Kualitas
Perairan di Danau Toba Balige Sumatera Utara, Tesis, Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Medan,
Wooton, J, 1991, Ecology of
Teleost Fishes. New York:
Chapman & Hall.
Yustina, 2001, Keaneka Ragaman Jenis Ikan Disepanjang Sungai Rangau ,
Riau, Sumatera, Journal Nature Indonesia
4(1):1-14(2001) ISSN 1410-9379. disakses tanggal 24 November 2009.
Lampiran
Peta Lokasi Stasiun Pengambilan Sampel
Penelitian